Di Jepang, negara yang selalu dianggap pusatnya teknologi, susah dijumpai anak anak kecil membawa HP. Apalagi yang berinternet. Hp nya adalah kodomo kitei yang hanya bisa memanggil nomer tertentu, nomer darurat dan dilengkapi gps. Mereka bermain game kayak nintendo DS, PSP dan sejenisnya. Penggunaan smartphone baru diijinkan ketika anak sudah SMA. Ketika dianggap anak sudah mampu memilih dan memilah.
Selain itu, internet juga tidak mudah didapat. Susah mencari paketan yang di sini dijual di pinggir jalan dengan harga yang fantastis dan "nganeh-nganehi" murahnya ini. Segala jenis langganan internet terdaftar, dengan data yang jelas dwngan kontrak yang jelas. Secara formal, saya tidak tahu sanksi apa yang dikenakan jika anak sd pegang smartphone di luar rumah. Yang jelas mereka tidak melakukannya. Sering juga dikirim edaran dari sekolah tentang penggunaan HP. Sedangkan situs internet tak ada satupun yang diblokir.
Di negeri tercinta, semua anak pegang HP. Internet bebas. HP layar lebar kayak mainan saja. Semua bisa diakses. Mulai dari game tanpa ada yang ngontrol batasan usia. Sampai dwngan gambar porno dan video...... Ah sudahlah.
Orang tua gengsi jika anaknya tak pegang hp. Guru di sekolah juga merasa tak mampu menghalangi. Apalagi jika ditambah, jika hp dilarang malah repot, kata seorang guru. Kok bisa? Iya, jika sekolah suatu saat memulangkan siswa sebelum jamnya, anak2 bisa repot nunggu jemputan. Weleh...apa tidak bisa agenda swkolah disusun tiap bulan, jadi tidak ada yang mendadak.
Kita ajarkan moral agama, bahkan diajarkan lagi pmp yang dulu pernah ada, tak ada gunanya ketika anak dengan bebas minta sesuatu kepada mbah gugel, mesin pintar yang akan mengabulkan semua pwemintaan.
Bukannya orang Jepang jika besar juga bla bla bla, kata seseorang ketika dijelaskan tentang standard per-smartphone-an anak anak di Jepang.
Ketika orang dewasa, orang memiliki pilihan dalam hidupnya. Bahkan Allah sendiri telah mengatakan.....fa alhamaha fujuraha wa taqwaha... Tapi ketika masih anak anak, mereka berhak untuk mendapatkan perlindungan kita, bagaikan anak anak singa yang ketika bayi dilindungi oleh kelompoknya.
Saat ini, perang tidak lagi sevulgar dulu. Tidak lagi expansif sebagaimana bangsa mongol. Tapi dirusakkanlah generasi muda. Dihancurkan kecambah kecambah yang belum sempat ditanam itu. Agar tidak bisa lagi ditanam dan akan hancur perkebunan itu. Akan hancur negara itu.
Ingatlah kejadian di masa lalu, akan perang candu, yang dipakai untuk menghancurkan generasi muda suatu negara yang secara fisik susah dikuasai.
Terus, siapa yang mau peduli?
Saya pun hanya bisa menuliskan saja
0 Response to "Perbedaan Kehidupan Anak di Negara Produsen dan Konsumen"
Post a Comment